Loh, belajar k0k seenak cokelat?
Bukannya malah tidak enak dan terasa berat?
Kalau malas, bakal gawat. Telat ngerjain pr,
gawat juga !
Belajar terus ? Aduh, mana kuat !
Haha, yang mempunyai anggapan seperti itu, pasti dia belum tahu
kalau belajar juga bikin keenakan. Tadinya dianggap beban, sekarang malah
ketagihan. Aku tahu ini juga saat belajar di NF, sih dari guru BIP. Tapi apa
salahnya tulis di sini, ya ‘kan ?
Ngomong-ngomong, semuanya suka cokelat nggak? Selain rasanya
emang enak, cokelat juga banyak manfaatnya. Kandungan bahan kimiawi yang ada di
dalam cokelat seperti teobromin, fenetilamina, dan anandamina. Membuat
kita jadi rileks, tapi tidak ngantuk dan menaikkan mood juga. Lumernya
kandungan kokoa dalam cokelat menimbulakn rasa khas di mulut. Bahkan riset
terakhir dari BBC (British Broadcasting Corporation) mengindikasikan bahwa lelehan cokelat di dalam mulut bisa
meningkatkan aktivitas otak.
Udah ya membicarakan cokelatnya nanti tidak selesai-selesai lagi.
Ngomong-ngomong, sebagai pelajar pasti ada yang namanya ujian, ‘kan? Orang yang
sudah punya pekerjaan masih punya ujian walaupun ujiannya mungkin tidak sama
dengan kita. Aduh, malas mendengar kata ujian itu. Rasanya dunia akan damai
kalau tidak ada yang namanya “ujian”.
Tapi, kita terutama sebagai pelajar tidak bisa menghindari ujian.
Karena ujian juga ada tujuannya yaitu mengevaluasi pemahaman kita terhadap
materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Kalau dapat nilai ujian 8, berarti
pemahaman kita 80% terhadap pelajaran itu, tapi kalai dapat nilai 4 berarti
pemahaman kita baru 40% dan kita harus remedial.
Menghadapi ujian di sekolah, tentunya harus ada persiapan
belajar. Tapi mendengar kata “belajar” di telinga, apalagi yang menyuruh itu
guru...rasanya sudah gimana gitu. Alergi!
Sudah banyak korban berjatuhan yang mengaku setiap kali ketemu
sama belajar. Seolah belajar itu makhluk yang menyeramkan yang “Namanya Tidak
Boleh Disebut”. Dari mulai mengantuk (saat membaca buku pelajaran), jantung
berdebar (saat lupa untuk mengerjarakan PR), hilang nafsu makan (saat tahu
nilai ulangan jelek), pusing (saat lihat soal matematika), dan sakit perut (saat
guru menyuruh mengerjakan soal di depan). Apa kamu merinding kalau mendengar
kata “ujian” ? Bersin-bersin saat memegang alat memegang alat tulis? Ini
tandanya jendela kamarnya malam-malam masih kamu buka...Karena kamu sistem
belajarnya SKS (Sistem Kebut Semalam). Kalau benar, pantas saja belajar jadi
beban, karena masih salah cara belajarnya!
1.
Kesalahan
belajar-1 : Belajar SKS
Belajar SKS (Sistem Kebut Semalam) ini membawa kita pada niat
yang salah, yaitu mencari nilai bukan mencari ilmu. Besok pagi ujian, malam ini
baru belajar. Okelah mungkin paginya kamu ujian lancar-lancar saja mengisi
soal. Tapi kalau sorenya ditanya lagi pelajaran yang kamu pelajaran malam
harinya dengan ngebut itu, pasti mulai lupa-lupa ingat. Besoknya ditanya,
bengong. Minggu depan ditanya lagi, pelajaran itu pasti sudah hilang ditelan
bumi.
2.
Kesalahan
belajar-2 : Semua Tergantung Gurunya!
Apa kesan yang
pertama kali terbanyang ketika bertemu dengan guru? Berwibawa ? Galak? Killer ?
Tegas ? Keras ? Asyik ?
Guru juga
manusia. Setiap guru punya kekurangan dan kelebihan masing-masing seperti kita
sendiri. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya itu, semua guru pasti punya
keinginan muridnya jadi pintar dan bisa lulus semua.
Namun kadang
masih ada anggapan pada diri kita bahwa penyebab utama keberhasilan kita dalam
belajar adalah guru. Memang benar, guru memiliki peran yang cukup banyak dalam
menentukan keberhasilan siswa. Tapi salah juga, kalau kita anggap guru sebagai
kunci utama kebarhasilan utama dalam belajar. Karena sebenarnya materi
pelajaran yang diberikan guru di kelas tidak lebih dari 40% dari keseluruhan
materi yang seharusnya dikuasai.
3.
Kesalahan
belajar-3 : Puas dengan Prestasi Belajar yang Rendah
Betapa banyak di
antara kita yang merasa puas hanyak dengan nilai 6 untuk pelajaran tertentu. Jika
ditanya, “kenapa cuma dapat 6?”. Jawabannya : “Itu sudah bagus, banyak yang
dapat nilai 4 atau 5”
Memang kita
senantiasa diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur atas apa yang kita dapat.
Tapi hati-hati, jangan sekali-kali kita salah menempatkan makna syukur. Jika
kita berpotensi untuk mendapatkan nilai 8 tapi kita hanya mendapatkan nilai 6,
itu artinya kita sudah menzholimi diri sendiri. Pantaskah hasil dari pelecehan
terhadap potensi diri itu kita syukuri ? Tentu saja tidak...
Jadi, sudah tahu
hal-hal yang membuat belajar menjadi beban ? Kalau kita tidak melakukan hal-hal
di atas insya allah belajar tidak akan menjadi beban lagi, malah membuat kita
ketagihan.
Sekian dan terima
kasih.