Halaman

Selasa, 13 Agustus 2013

Belajar Itu Seenak Cokelat




Loh, belajar k0k seenak cokelat?
Bukannya malah tidak enak dan terasa berat?
Kalau malas, bakal gawat. Telat ngerjain pr, gawat juga !
Belajar terus ? Aduh, mana kuat !

Haha, yang mempunyai anggapan seperti itu, pasti dia belum tahu kalau belajar juga bikin keenakan. Tadinya dianggap beban, sekarang malah ketagihan. Aku tahu ini juga saat belajar di NF, sih dari guru BIP. Tapi apa salahnya tulis di sini, ya ‘kan ?
           
Ngomong-ngomong, semuanya suka cokelat nggak? Selain rasanya emang enak, cokelat juga banyak manfaatnya. Kandungan bahan kimiawi yang ada di dalam cokelat seperti teobromin, fenetilamina, dan anandamina. Membuat kita jadi rileks, tapi tidak ngantuk dan menaikkan mood juga. Lumernya kandungan kokoa dalam cokelat menimbulakn rasa khas di mulut. Bahkan riset terakhir dari BBC (British Broadcasting Corporation) mengindikasikan bahwa lelehan cokelat di dalam mulut bisa meningkatkan aktivitas otak.
           
Udah ya membicarakan cokelatnya nanti tidak selesai-selesai lagi. Ngomong-ngomong, sebagai pelajar pasti ada yang namanya ujian, ‘kan? Orang yang sudah punya pekerjaan masih punya ujian walaupun ujiannya mungkin tidak sama dengan kita. Aduh, malas mendengar kata ujian itu. Rasanya dunia akan damai kalau tidak ada yang namanya “ujian”.
Tapi, kita terutama sebagai pelajar tidak bisa menghindari ujian. Karena ujian juga ada tujuannya yaitu mengevaluasi pemahaman kita terhadap materi yang sudah dipelajari sebelumnya. Kalau dapat nilai ujian 8, berarti pemahaman kita 80% terhadap pelajaran itu, tapi kalai dapat nilai 4 berarti pemahaman kita baru 40% dan kita harus remedial.
           
Menghadapi ujian di sekolah, tentunya harus ada persiapan belajar. Tapi mendengar kata “belajar” di telinga, apalagi yang menyuruh itu guru...rasanya sudah gimana gitu. Alergi!
           
Sudah banyak korban berjatuhan yang mengaku setiap kali ketemu sama belajar. Seolah belajar itu makhluk yang menyeramkan yang “Namanya Tidak Boleh Disebut”. Dari mulai mengantuk (saat membaca buku pelajaran), jantung berdebar (saat lupa untuk mengerjarakan PR), hilang nafsu makan (saat tahu nilai ulangan jelek), pusing (saat lihat soal matematika), dan sakit perut (saat guru menyuruh mengerjakan soal di depan). Apa kamu merinding kalau mendengar kata “ujian” ? Bersin-bersin saat memegang alat memegang alat tulis? Ini tandanya jendela kamarnya malam-malam masih kamu buka...Karena kamu sistem belajarnya SKS (Sistem Kebut Semalam). Kalau benar, pantas saja belajar jadi beban, karena masih salah cara belajarnya!

1.      Kesalahan belajar-1 : Belajar SKS
Belajar SKS (Sistem Kebut Semalam) ini membawa kita pada niat yang salah, yaitu mencari nilai bukan mencari ilmu. Besok pagi ujian, malam ini baru belajar. Okelah mungkin paginya kamu ujian lancar-lancar saja mengisi soal. Tapi kalau sorenya ditanya lagi pelajaran yang kamu pelajaran malam harinya dengan ngebut itu, pasti mulai lupa-lupa ingat. Besoknya ditanya, bengong. Minggu depan ditanya lagi, pelajaran itu pasti sudah hilang ditelan bumi.

2.   Kesalahan belajar-2 : Semua Tergantung Gurunya!
Apa kesan yang pertama kali terbanyang ketika bertemu dengan guru? Berwibawa ? Galak? Killer ? Tegas ? Keras ? Asyik ?
Guru juga manusia. Setiap guru punya kekurangan dan kelebihan masing-masing seperti kita sendiri. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya itu, semua guru pasti punya keinginan muridnya jadi pintar dan bisa lulus semua.
Namun kadang masih ada anggapan pada diri kita bahwa penyebab utama keberhasilan kita dalam belajar adalah guru. Memang benar, guru memiliki peran yang cukup banyak dalam menentukan keberhasilan siswa. Tapi salah juga, kalau kita anggap guru sebagai kunci utama kebarhasilan utama dalam belajar. Karena sebenarnya materi pelajaran yang diberikan guru di kelas tidak lebih dari 40% dari keseluruhan materi yang seharusnya dikuasai.

3.      Kesalahan belajar-3 : Puas dengan Prestasi Belajar yang Rendah
Betapa banyak di antara kita yang merasa puas hanyak dengan nilai 6 untuk pelajaran tertentu. Jika ditanya, “kenapa cuma dapat 6?”. Jawabannya : “Itu sudah bagus, banyak yang dapat nilai 4 atau 5”
Memang kita senantiasa diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur atas apa yang kita dapat. Tapi hati-hati, jangan sekali-kali kita salah menempatkan makna syukur. Jika kita berpotensi untuk mendapatkan nilai 8 tapi kita hanya mendapatkan nilai 6, itu artinya kita sudah menzholimi diri sendiri. Pantaskah hasil dari pelecehan terhadap potensi diri itu kita syukuri ? Tentu saja tidak...

Jadi, sudah tahu hal-hal yang membuat belajar menjadi beban ? Kalau kita tidak melakukan hal-hal di atas insya allah belajar tidak akan menjadi beban lagi, malah membuat kita ketagihan.

Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar